Oleh Eggy Yunaedi*
Pameran lukisan garam Pranata Banyu yang diselenggarakan di Sangkring Art Project Yogyakarta adalah karya kolaborasi kedua antara saya dengan petani garam dari Desa Dasun, Lasem. Sebelumnya pada bulan November tahun lalu saya bersama dengan para petani garam telah menggelar lukisan garam berjudul Bancaan Rupa di lahan Tambak Gede, Desa Dasun, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang. Pameran kali ini terselenggara atas undangan bu Jenni dan pak Putu Sutawijaya dari Sangkring. Tentu saja undangan tersebut kami sambut dengan penuh suka cita. Sebuah pameran seni rupa bersama petani garam di galeri seni yang berada di titik epicentrum seni rupa kontemporer Indonesia seperti Sangkring Art Project, diharap mampu mengangkat karya mereka yang seringkali dipandang berada dalam posisi marjinal agar memiliki gaung yang lebih besar untuk menjangkau khalayak dan komunitas seni dan budaya.
Meskipun digarap di atas lokus yang sama sekali berbeda, karya ini bisa dikatakan merupakan kesinambungan dari karya pertama. Selain dikerjakan oleh orang yang sama dengan menggunakan media yang sama pula, karya yang digelar dalam pameran di Sangkring Art Project kali ini juga memiliki modus, metode dan thema yang tidak berbeda dengan Bancaan Rupa.
Seperti diketahui Bancaan Rupa adalah garapan seni rupa yang berangkat dari penghargaan atas ruang hidup beserta modal kultural yang ada di dalamnya. Tambak bukanlah ruang hampa yang steril. Tambak juga bukan semata alat produksi penghasil komoditas. Tambak adalah situs budaya yang tetap berdegub jantung dan berdetak nadinya. Di atasnya hidup manusia yang mewarisi dan mengembangkan pengetahuan, simbol budaya dan sistem nilainya sendiri. Dengan kesadaran semacam ini maka karya Bancaan Rupa sengaja dibuat bersama-sama dengan para petani garam sebagai pihak yang saya anggap paling memiliki daulat atas narasi tentang tambak dan kehidupan mereka. Dengan demikian khalayak juga bisa mengapresiasi karya dengan narasi dan konteks yang relevan dari tangan pertama.
Meskipun digelar di dalam ruang galeri, karya yang kami usung pada pameran kali ini tetap digali dari pengetahuan dan keutamaan yang mengakar dalam di lumpur tambak. Jika karya dalam Bancaan Rupa tak lain adalah ambengan yang menyajikan tujuh uborampe berupa elemen alam dan kultural yang mempengaruhi kehidupan petani garam, pada pameran kali ini kami mengambil thema Pranata Banyu, sebuah sistem pengetahuan tradisional yang menjadi pedoman bagi petani garam dalam berelasi dengan elemen alam sebagaimana telah ditampilkan di karya sebelumnya. Pranata Banyu adalah kalender musim tradisional khas masyarakat pesisir Lasem berdasarkan posisi relatif benda-benda langit dengan bumi, perubahan alam dan perilaku spesifik hewan. Tidak hanya menyediakan pedoman siklus waktu yang mengatur jadwal budidaya garam dan bandeng di tambak, Pranata Banyu juga memberi peringatan, mitigasi atas fenomena alam yang bisa mengganggu budidaya.
Kita mengenal dua musim yakni musim penghujan dan musim kemarau, beserta masa transisi di antara keduanya yang dikenal dengan masa pancaroba. Dalam Pranata Banyu masa pancaroba dibedakan sebagai Mangsa Labuh untuk menandai masa peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan, dan Mangsa Mareng untuk masa peralihan musim penghujan menuju musim kemarau. Bertajuk Pranata Banyu, pameran ini tidak hendak menampilkan keseluruhan siklus kalender di dalamnya, namun hanya Mangsa Labuh dan Mangsa Mareng. Kedua masa transisi musim itu dipilih karena kedua masa tersebut mendapatkan perhatian khusus dalam pandangan hidup masyarakat Jawa. Masa peralihan selalu ditandai perubahan dan ketidakpastian yang memerlukan sikap eling lan waspada sekaligus laku ngeli ning ojo keli. Keutamaan ini tidak hanya dibutuhkan dalam budidaya tambak tapi juga selalu relevan untuk menyikapi kehidupan yang lebih luas.
Sekali lagi, Pameran Lukisan Garam Pranata Banyu ini bermaksud mengangkat keutamaan petani tambak Dasun dalam menyikapi alam. Pranata Banyu sesungguhnya mendorong manusia untuk berelasi secara harmonis dengan alam agar keberlanjutan terus terjaga. Pengetahuan tradisional ini tidak hanya mengajarkan sikap adaptif dan menyediakan mitigasi, namun juga mengajarkan bahwa budidaya di tambak bukan hanya proses produksi komoditas, namun juga laku urip yang memiliki dimensi kultural bahkan spiritual. Di tengah fenomena perubahan iklim dan perubahan dunia yang penuh ketidakpastian, sikap dan nilai yang dipesankan dalam keutamaan Mangsa Mareng dan Mangsa Labuh serta Pranata Banyu perlu terus dipelihara bahkan dikuatkan. •••
Demangan, Maret 2024
________________________
*)Eggy Yunaedi adalah inisiator sekaligus kolaborator yang bekerja bersama petani garam Desa Dasun, Lasem dalam membuat karya lukisan garam.