Dasun.desa.id-Model pertama dalam mewujudkan pelestarian pusaka secara menyeluruh dan mampu bersinergi kepada seluruh lapisan masyawarat serta struktur pemerintahan adalah adanya komunitas pelestari pusaka. Kita menyadari adanya komunitas pelestari pusaka tidak datang begitu saja tanpa adanya sebab. Beberapa komunitas pelestari pusaka di Lasem hadir adalah atas keprihatinan bersama kepedulian bersama atas banyaknya pusaka-pusaka yang ada di Lasem untuk dilestarikan kepada anak cucu dan menjadi lestari.
Perlu digaris bahwai bahwa konsep pusaka atau heritage bukanlah hanya sebatas peninggalan benda-benda ragawi saja yang memiliki nilai historis sosial budaya, melainkan sebuah konsep bentukan alam maupun manusia yang unik baik berupa wujud benda maupun perilaku manusia yang unik dan bisa mewakili zamannya. Konsep pusaka telah menjadi urat nadi berbagai komunitas di Lasem. Mereka menyadari pusaka di Lasem ada 3 jenis yakni pusaka budaya, pusaka alam dan pusaka saujana. Semua elemen-elemen kehidupan di Lasem masuk di dalamnya.
Komunitas-komunitas di Lasem ini memiliki keunikan tersendiri dalam bertindak melakukan upaya pelestarian pusaka di kawasan ini. Ada yang menggunakan kegiatan napak tilas, diskusi, fotografi, menulis, film dokumenter, bahkan menyelenggarakan sebuah festival.
Keberadaan komunitas pelestari pusaka di lasem sangatlah penting bagi pendampingan semangat juang warga masyarakat untuk terus berada dalam proses-proses pelestarian pusaka. Selain itu, komunitas pelestari pusaka sangat penting sebagai wadah pengumpulan data-data primer pusaka dan proses dokumentasi masyarakat pelestari.
Kemunculan komunitas pelestari pusaka biasanya juga hadir dari banyaknya pusaka-pusaka di suatu kawasan dan muncul semangat suatu kelompok untuk ingin mendokumentasikan, menarasikan kepada orang lain dengan berbagai cara tentunya. Selain itu ada salah satu tokoh yang berpengaruh sebagai munculnya embrio komunitas pelestari. Tokoh ini kemudian memberikan beberapa uraian mengenai banyaknya pusaka di Lasem kepada kawan-kawan sejawat yang sering berkengkarama dengan tokoh. Kemudian muncul ketertarikan dari kawan-kawan dekat tokoh untuk ingin tahu mengenai pusaka-pusaka di Lasem dan bagaimana melestarikannya, kemudian munculah komunitas pelestari pusaka.
Bukan hanya muncul satu komunitas pelestari pusaka di Lasem tapi ada beberapa kelompok pelestari yang konsentrasinya di jenis-jenis pusaka tertentu. Ada yang suka di pusaka dengan corak pecinan, islami, bahari, langgam jawa ada juga yang ingin merangkum semuanya.
Dalam perjalanannya komunitas pelestari pusaka di Lasem ini memiliki berbagai kendala yang dihadapi, adalah inkonsistensi anggota komunitas, pendanaan, sampai konflik dengan komunitas lainnya. Namun itu hanya sebatas riak-riak kecil yang bagi komunitas tidak akan menyurutkan semangat untuk melestarikan berbagai pusaka di Lasem. Karena pondasi komunitas sudah angat kuas menopangnya maka komunitas-komunitas ini dengan segala permasalahannya tetap berjalan melakukan upaya-upaya pelestarian secara terus menerus.
Maka biasanya dibutuhkan seorang tokoh simpul pemersatu komunitas-komunitas ini. Tokoh ini adalah wakil dari semua komunitas-komunitas pelestari yang mampu menjembatani, mewadahi dan memfasilitasi proses pelestarian pusaka antar komunitas, masyarakat bahkan struktur pemerintahan. Gabungan komunitas-komunitas ini akan lebih solid lebih matab ketika setiap komunitas memiliki jiwa-jiwa kebesaran hati dan kedewasaan berpikir dan bertindak. Karena kita harus menyadari militansi setiap anggota komunitas juga mampu untuk memicu konflik antar komunitas pelestari.
Jika sudah ada wadah lintas komunitas pelestari, kemudian mereka membuat berbagai acara pelestarian pusaka menampilkan berbagai aktraksi budaya, wisata kuliner, diskusi publik, jelajah pusaka, pameran produk unggulan desa dengan suatu bentuk festival. Festival ini murni berangkat dari komunitas-komunitas pelestari dengan dana swadaya biasanya untuk menunjang keberhasilannya mereka menggandeng instansi pendidikan. Anak-anak sekolah diberikan wawasan tentang pelestarian pusaka, narasi-narasi pusaka dan jelajah pusaka.
Kelemahan acara lintas komunitas dengan satu acara besar ini adalah: tidak meratanya perhatian masyarakat kepada pusaka-pusaka di desa-desa sekitar karena keterbatasan acara bahkan narasi pusaka; peran pemerintah masih sangat pasif biasanya hanya untuk perizinan dan undangan kehadiran, meskipun demikian acara tersebut setidaknya mempu memberikan gambaran struktur membangun wilayah dengan konsep ekonomi kreatif yakni wisata pelestarian pusaka; belum meratanya perwakilan komunitas-komunitas di desa untuk tampil; memunculkan rasa iri hati bagi masyarakat atau komunitas yang jarang tersentuh oleh perhatian komunitas lain, media atau acara besar.
Oleh sebab itu sangat penting bagi komunitas-komunitas pelestari pusaka di suatu kawasan khususnya lasem memberikan narasi-narasi pelestarian pusaka kepada masyarakat desa. Kemudian masyarakat di setiap desa membentuk komunitas-komunitas pelestari pusaka yang berkegiatan mendokumentasikan, melestarikan dan memperkenalkan kepada publik mengenai pusaka-pusaka di desanya. (Exsan Ali Setyonugroho)