Dasun-rembang.desa.id- Pada 8 sampai dengan 30 Maret 2024, bertempat di Sangkring Art Project Yogyakarta digelar Pameran Lukisan Garam Pranata Banyu, kolaborasi antara Eggy Yunaedi bersama dengan petani-petani garam dari desa Dasun, Lasem, Kabupaten Rembang.
Pameran yang dibuka oleh Pustanto, Direktur Galeri Nasional mewakili Dirjen Kebudayaan Kemendikbudristek RI ini diharap mampu mengangkat karya petani yang seringkali dipandang berada dalam posisi marjina.
Tujuannya agar karya-karya itu memiliki gaung yang lebih besar untuk menjangkau khalayak dan komunitas seni dan budaya.
Pameran lukisan garam ini menampilkan karya kolaborasi kedua Eggy dengan petani garam dari Desa Dasun, Lasem.
Sebelumnya pada bulan November tahun lalu telah digelar lukisan garam berjudul Bancaan Rupa di lahan Tambak Gede, Desa Dasun, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang.
Karya pertama itu telah dicatat oleh Museum Rekor Dunia Muri sebagai lukisan garam di atas tambak pertama dan terbesar di dunia.
Meskipun digarap di atas lokus yang sama sekali berbeda, karya dalam pameran ini dimaksud sebagai kesinambungan dari karya pertama.
Selain dikerjakan oleh orang yang sama dengan menggunakan media yang sama pula, karya yang digelar dalam pameran di Sangkring Art Project kali ini juga memiliki modus, metode dan thema yang tidak berbeda dengan Bancaan Rupa.
Bancaan Rupa adalah garapan seni rupa yang berangkat dari penghargaan atas ruang hidup beserta modal kultural yang ada di dalamnya.
Di mata para kreator lukisan garam, tambak bukanlah ruang hampa yang steril. Tambak juga bukan semata alat produksi penghasil komoditas.
Tambak adalah situs budaya yang tetap berdegub jantung dan berdetak nadinya.
Di atasnya hidup manusia yang mewarisi dan mengembangkan pengetahuan, simbol budaya dan sistem nilainya sendiri.
Dengan kesadaran semacam ini maka karya dibuat bersama-sama dengan para petani garam sebagai pihak yang dianggapnya paling memiliki daulat atas narasi tentang tambak dan kehidupan mereka.
Dengan demikian khalayak diharap bisa mengapresiasi karya dengan narasi dan konteks yang relevan dari tangan pertama.
Meskipun digelar di dalam ruang galeri, karya yang diusung pada pameran kali ini tetap digali dari pengetahuan dan keutamaan yang mengakar dalam kehidupan petani di tambak.
Jika karya Bancaan Rupa menyajikan visualisai tujuh elemen alam dan kultural yang mempengaruhi kehidupan petani garam, pameran kali ini mengambil thema Pranata Banyu.
Pranata Banyu adalah kalender musim tradisional khas masyarakat pesisir Lasem berdasarkan posisi relatif benda-benda langit dengan bumi, perubahan alam dan perilaku spesifik hewan.
Tidak hanya menyediakan pedoman siklus waktu yang mengatur jadwal budidaya garam dan bandeng di tambak, Pranata Banyu juga memberi peringatan, mitigasi atas fenomena alam yang bisa mengganggu budidaya.
Pameran menampilkan dua lukisan berukuran 9 x 4,5 meter berjudul Mangsa Labuh dan Mangsa Mareng, serta memamerkan foto yang menunjukkan praktek Pranata Banyu di Dasun Lasem, juga dokumentasi karya Bancaan Rupa sebelumnya.
Mangsa Labuh adalah masa peralihan dari musim kemarau ke musim penghujan, dan Mangsa Mareng sebagai masa peralihan musim penghujan menuju musim kemarau.
Kedua masa transisi musim itu diangkat sebagai karya lukisan karena kedua masa tersebut mendapatkan perhatian khusus dalam pandangan hidup masyarakat Jawa.
Masa peralihan selalu ditandai perubahan dan ketidakpastian yang memerlukan sikap eling lan waspada dan laku ngeli ning ojo keli.
Kearifan ini tidak hanya dibutuhkan dalam budidaya tambak tapi juga selalu relevan untuk menyikapi kehidupan yang lebih luas.
Dalam rangkaian kegiatan Pameran Lukisan Garam Pranata Banyu ini juga diselenggarakan sarasehan dengan tajuk: Pranata Banyu, Sistem Pengetahuan dan Praktek Kabudayaan yang diselenggarakan pada tanggal 9 Maret 2024 yang lalu.
Hadir dalam sarasehan tersebut sebagai pembicara, berturut-turut adalah Angga Hermansah, petani garam dari desa Dasun yang juga seorang penulis buku; Apriadi Ujiarso, filolog dan pengamat kebudayaan, Eggy Yunaedi sebagai inisiator dan kolaborator lukisan garam bersama dengan petani garam; dan Kris Budiman selaku kurator.
Pranata Banyu sesungguhnya mendorong manusia untuk berelasi secara harmonis dengan alam agar keberlanjutan terus terjaga.
Pengetahuan tradisional ini tidak hanya mengajarkan sikap adaptif dan menyediakan mitigasi, namun juga mengajarkan bahwa budidaya di tambak bukan hanya proses produksi komoditas, namun juga laku urip yang memiliki dimensi kultural bahkan spiritual.
Di tengah fenomena perubahan iklim dan perubahan dunia yang penuh ketidakpastian, sikap dan nilai yang dipesankan dalam keutamaan Mangsa Mareng dan Mangsa Labuh serta Pranata Banyu perlu terus dipelihara bahkan dikuatkan. (Intisari)
Video Sarasehan Pranata Banyu
Praktik Pranata Banyu Dasun